Mengatasi Kemacetan Jakarta Harus Seperti Mengurai Benang Kusut

Jakarta itu macet. Demikian fakta yang semua orang sudah tahu dan sebagian sudah menerima sebagai bagian kerasnya hidup di ibu kota. Gubernur silih berganti dan semua menjanjikan solusi untuk mengatasi masalah yang satu ini. Biasanya ini dilakukan melalui berbagai program kerja besar di tingkat makro seperti misalnya pembangunan MRT, integrasi antara moda transportasi, implementasi ganjil genap, dan lainnya.

Tentu saja semua solusi makro ini baik dan masuk akal, namun menurut hemat saya masih perlu diimbangi dengan penerapan solusi-solusi mikro. Ibarat kita mau meluruskan segumpal benang yang sudah kusut tentu tidak bisa dilakukan dengan beberapa gerakan tangan yang besar dan kuat, tapi harus dengan mengurai simpul yang ada satu per satu secara teliti.

Seperti apa maksudnya solusi-solusi mikro tersebut?

Semua orang yang pernah melalui Jalan Asia Afrika pasti tahu bahwa penyebab kemacetan di dekat Gelora Bung Karno adalah jalanan yang digunakan untuk tempat parkir para penggemar sate taichan atau ketidaktertiban penggemar bola seusai pertandingan. Solusi mikronya? Mungkin berupa relokasi penjual ke tempat yang memiliki lahan parkir memadai atau penambahan personil polisi lalu lintas saat ada jadwal pertandingan.

Semua orang yang pernah melalui Jalan Lenteng Agung Raya pasti tahu bahwa penyebab kemacetan di dekat Universitas Pancasila adalah angkot yang berhenti sembarangan di dekat persimpangan sepanjang jalan tersebut. Solusi mikronya?

Mungkin berupa penilangan dari aparat terhadap supir atau peneguran kepada instansi pemilik. Semua orang yang pernah melalui Jalan Tanjung Duren Raya pasti tahu bahwa penyebab kemacetan adalah mobil-mobil yang parkir di sisi jalan, tepat di bawah tanda dilarang parkir, padahal sisi jalan satunya sudah diperuntukkan untuk parkir. Solusi mikronya? Saya rasa cukup jelas.

Solusi mikro tentu sangat bervariasi tergantung dari kondisi di lapangan. Bentuknya bisa mulai dari penertiban pelanggaran, optimisasi waktu lampu merah, pencarian rute alternatif, relokasi tempat pemutaran, penempatan petugas untuk menggantikan pak ogah jalanan, dan masih banyak lagi.

Penerapan solusi mikro mungkin tidak dapat menyelesaikan problem kemacetan Jakarta secara langsung dan masing-masing solusi hanya memiliki dampak yang kecil. Namun, apabila terdapat sebuah sistem penerapan solusi mikro yang efisien, saya percaya ini bisa membawa perubahan luar biasa untuk Jakarta seiring berjalannya waktu.

Bagaimana penerapannya?

Pertama, kita dapat memulai dengan mendata dan memprioritaskan titik kemacetan di Jakarta. Tujuannya adalah agar kita dapat memberikan prioritas pelaksanaan solusi mikro kepada titik-titik yang lebih parah. Sumber data (seharusnya) dapat diperoleh melalui kerja sama dengan aplikasi seperti Google Maps atau Waze yang sudah mengumpulkan data sejak lama.

Data lalu dapat disortir berdasarkan beberapa matriks kunci yang berhubungan dengan kemacetan, seperti misalnya volume kendaraan per jam, rata-rata kecepatan pergerakan kendaraan pada jam sibuk, atau lainnya. Masyarakat juga dapat dilibatkan untuk mengajukan area yang menurut mereka selalu macet melalui portal web atau aplikasi.

Kedua, perlu dibentuk sebuah kesatuan khusus yang berada di bawah naungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sebut saja Satuan Khusus Solusi Mikro Kemacetan (SKSMK). Agen SKSMK dapat dikelompokkan dalam tim kecil sekitar 3-5 orang per tim dan setiap tim bertanggung jawab atas beberapa titik kemacetan di Jakarta.

Tugas mereka adalah untuk melakukan kunjungan langsung ke lapangan, mengumpulkan data dan informasi (baik dari pemantauan maupun wawancaralangsung dengan pengguna), merampungkan rencana aksi atau action plans, mengajukan proposal dan mendapatkan persetujuan dari Gubernur, serta mengkoordinasi implementasi dengan dinas-dinas terkait.

Indikator kinerja utama SKSMK perlu dibuat sangat jelas yaitu persentase berkurangnya kemacetan di tempat mereka ditugaskan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan sebelumnya.

Ketiga, eksekusi perlu dilakukan secara bertahap. Tahap pertama dapat berupa percobaan pada 10 titik macet dan yang situasinya tidak terlalu kompleks sehingga diharapkan agen SMSMK dapat langsung menganalisa dan memberikan rencana aksi yang jelas tanpa perlu belajar keluar negeri terlebih dahulu. Apabila efektif, solusi-solusi dari tahap pertama ini dapat diulang di tempat lain yang kondisinya serupa.

Tahap selanjutnya adalah meningkatkan skala operasi ke lebih banyak titik sampai dapat mencakup seluruh wilayah Jakarta. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah solusi dari SMSMK bisa jadi merupakan sesuatu yang baru dan tidak pernah dilakukan sebelumnya, contoh: penggunaan wheel clamp atau penjepit roda di tempat umum yang bisa langsung memberikan efek jera kepada pelanggar. Semua pihak terkait perlu memiliki pikiran yang terbuka dan mencoba solusi baru yang mungkin lebih efektif daripada apa yang pernah dilakukan selama ini.

Yang terakhir, perlu adanya pemantauan secara berkala ke semua titik bahkan untuk tempat yang sudah berkurang tingkat kemacetannya. Langkah ini penting dilakukan untuk meyakinkan bahwa solusi yang telah diimplementasikan berkelanjutan.

Ada baiknya apabila kamera CCTV dapat dipasang untuk membantu proses pemantauan di seluruh kota Jakarta sehingga agen SMSMK atau aparat terkait lainnya tidak perlu selalu bolak-balik ke lapangan.

Ibarat mengurai benang yang kusut, tentunya tidak dapat dilakukan secara instan dan membutuhkan kesabaran dari semua pihak. Bisa jadi ada masa dimana solusi yang diajukan kurang tepat, seperti ketika menarik ujung yang salah dan malah membuat beberapa simpul semakin ketat. Semoga semua dapat bersabar dan percaya bahwa asalkan kita terus bekerja melepaskan simpul kemacetan yang ada satu demi satu, suatu hari Jakarta akan menjadi kota yang lebih manusiawi bagi pengendara.

Image credit: thejakartapost.com

Leave a comment